Thursday, May 9, 2013

Menembus Bukit Barisan Selatan, Mempelajari Makna kehidupan

-->
            Jika ditanya apa perjalanan saya yang paling berkesan, sulit untuk menjawabnya. Semua tempat yang  pernah saya kunjungi selalu memiliki kesan yang mendalam. Pengalaman yang didapat sangat unik di tiap masing-masing tempat. Termasuk salah satu diantaranya adalah perjalanan saya menembus hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, yang terletak di perbatasan antara Lampung dengan Sumatera Selatan.       

            Perjalanan ini saya lakukan bersama tim BKP MAPALA UI 97. Perjalanan ini merupakan salah satu bagian dari pendidikan para calon anggota MAPALA UI. Saat itu kami membuka jalan dari perbatasan Lampung dengan Bengkulu, di tepi pantai barat Sumater. Target tim akan menembus hingga Danau Ranau di Sumatera Selatan. Dari awal perencanaan, perjalanan ini memiliki suatu tingkat kesulitan dan tantangan yang tinggi. Peta topografi yang bisa kami dapatkan adalah peta lama dengan skala 1:200,000, sementara idealnya menggunakan peta 1:50,000 atau 1:25,000. Belum lagi karakter hutan tropis pulau Sumatera yang lebat dan binatang buasnya yang masih banyak. Tapi segala kendala itu tak menyurutkan tim untuk berangkat sesuai dengan rencana.

            Karena memasuki kawasan Taman Nasional, maka tim kami didampingi oleh seorang Jagawana dan seorang penduduk senior yang paling berpengalaman keluar masuk hutan di kawasan ini. Keikut sertaan mereka adalah syarat yang di wajibkan oleh pihak Taman Nasional. Bagi kami kehadiran mereka sama sekali tidak membebani, tapi justru sangat membantu. Hari demi hari kami lalui selalu dengan pengalaman yang berbeda. Baru hari pertama kami dalam hutan, malam itu kami mendengan suara serombongan gajah yang lewat di lembah yang terletak di bawah punggungan tempat kami menginap. Antara rasa cemas dan senang akan pengalaman baru bercampur dalam hati. Dan esoknya ketika melanjutkan perjalanan, kami bisa melihat sisa perjalanan rombongan gajah semalam. Jejak kaki dan sejumlah pohon yang tersibak dapat kami temui.

            Hari ke empat perjalanan kami merupakan pengalaman paling berharga dalam perjalanan ini. Tidak hanya bagi para calon anggota, tapi juga bagi kami para senior yang mendampingi. Satu kelompok calon anggota keracunan mie rebus yang mereka konsumsi sebagai makan malam. Setelah di investigasi, ternyata mereka mencampurkan jamur yang mereka dapatkan di hutan ke dalam racikan mie rebus yang mereka masak. Jamur adalah salah satu tumbuhan yang sangat berbahaya untuk di konsumsi, karena kita tidak pernah tau apakah beracun atau tidak. Walaupun jenis tersebut adalah jenis yang biasa kita lihat di konsumsi. Tempat jamur tersebut tumbuh akan sangat mempengaruhi apakah akan beracun atau tidak. Jadi ketika kita bergiat di alam, sebaiknya hindari konsumsi jamur. Beruntung akhirnya kami semua mampu melewati masa sulit tersebut setelah dua hari harus membantu satu kelompok itu yang terus menerus muntah mengeluarkan isi perutnya.

            Di tengah keputus asaan karena tidak juga kunjung menemukan titik akhir yang seharusnya sudah kami capai, siang itu rombongan kami ibarat mendapat hadiah dari Tuhan. Kami dikasih kesempatan melihat langsung raflesia arnoldi atau yang dikenal sebagai bunga bangkai, langsung di habitatnya. Di hutan tropis Sumatera. Sejenak terlupakan rasa lelah memanggul ransel puluhan kilo, naik turun pegunungan, hanya rasa senang yang ada saat itu.

            Dalam perjalanan ini pula saya akhirnya mendapatkan pembenaran bahwa pada hakikatnya binatang buas akan menghindari manusia kecuali dalam kondisi terdesak atau terpaksa. Berhari-hari dalam penjelajahan ini, tim kami selalu mendirikan camp tepat di pinggir sungai. Ini kami pilih tentunya karena sangat memudahkan kami akses air untuk kepentingan memasak dan lainnya. Hampir tiap hari kami mulai mendirikan camp sekitar jam 16,00 atau paling lambat jam 18,00. Dan biasanya kami mulai terlelap setelah pada jam 20-21,00 setelah kami melakukan rapat koordinasi untuk perjalanan esok harinya. Dan selalu, paginya kami akan mendapati pemandangan yang sama. Kami selalu menemukan jejak harimau di sekitar tenda kami. Dan tidak jauh dari lokasi tenda, pasti juga di temukan entah bekas cakaran harimau pada pohon ataupun sisa kotoran mereka. Awalnya tentu ada kekuatiran melihat itu, namun setelah beberapa hari kekuatiran itu pun perlahan sirna.

            Makanan mulai menipis, bahkan ada kelompok perjalanan yang sudah menggantungkan diri pada satu jenis makanan bahkan menambah jenis makanan dari apa yang ada di alam. Ketika akhirnya rombongan kami keluar hutan dan menemukan ladang. Tak terkira kebahagiaan yang dirasa. Berhari-hari dalam hutan sumatera yang lebat, akhirnya hari itu kami menemukan ladang masyarakat. Adanya ladang, menunjukkan bahwa dusun sudah tidak jauh lagi. Dan setelah seharian berjalan, kami pun sampai di dusun yang seharusnya menjadi target kami beberapa hari yang lalu. Masyarakat pun menyambut rombongan kami dengan senang, maklum mereka pun sudah kuatir karena kami sudah jauh melewati target waktu yang di rencanakan. Di dusun ini, rombongan BKP MAPALA UI 97 melakukan serangkaian bakti social. Ketika berinteraksi dengan masyarakat, seolah terlupakan rasa lelah dan penat yang menyelimuti tubuh kami hampir dua minggu ini. Setiap orang bahu membahu dengan masyarakat mengerjakan tugas mereka masing-masing.

            Dan akhirnya perjalanan ini pun ditutup dengan kami menyeberangi danau Ranau menuju kota Ranau dengan perahu kayu penumpang. Danau terluas nomer dua di pulau Sumatera. Sungguh suatu perjalanan yang luar biasa. Pengalaman yang sangat berharga begitu banyak saya dan teman-teman dapatkan. Disini kami belajar bersama, bagaimana menghadapi keadaan sulit, belajar menghargai kawan, belajar menghargai alam dan belajar bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang tiada dua.

Wednesday, May 1, 2013

Bersepeda Sebagai Pilihan Hidup

Hmmm…terakhir sepertinya saya bersepeda ketika masih di bangku SMA. Kurang lebih tahun 92 saat saya masih kelas dua di SMAN 68 Jakarta. Ya itulah terakhir saya mengayuh sepeda. Itupun tidak menjadi moda transportasi, hanya untuk bisa jalan-jalan dengan teman lain.Tak sangka 14 tahun kemudian tepatnya di tahun 2006, saya kembali mengayuh sepeda. Bahkan menjadikan sepeda sebagai moda transportasi utama bagi kehidupan sehari-hari menuju tempat kerja.

            Semua berawal dari kekesalan akan semakin parahnya kemacetan di Jakarta pada saat itu. Hampir setiap berkumpul dengan teman-teman, masalah kemacetan Jakarta menjadi salah satu topic hangat yang kami bahas. Sampai akhirnya seorang teman, Arief Ridwan yang akrab di panggil Tegar, mencetuskan untuk memulai bersepeda menuju kantor. Tegar sendiri sudah mulai menggunakan sepeda sebagai moda transportasi pada saat itu. Sejuta pertanyaan akan factor safety berkecamuk dalam benak dan hati. Rasanya seperti menyerahkan nyawa ketika bersepeda membelah rimba lalu lintas Jakarta. Tapi akhirnya setelah Tegar terus meyakinkan, tepatnya bulan Juni 2006, saya memulai menggunakan sepeda yang pada saat itu saya beli seharga 2,8 juta. Rasanya seperti sudah mahal sekali bagi saya saat itu, mengeluarkan uang hampir 3 juta hanya untuk sebuah sepeda.

            Namun berjalan dengan waktu, saya jatuh cinta dengan moda transportasi ini. Begitu nikmat rasanya membelah kemacetan Jakarta, sementara yang lain masih terjebak kemacetan di dalam mobil, bis ataupun motor. Waktu yang selama ini terbuang di jalanan, bisa kembali saya nikmati. Waktu istirahat ataupun hanya sekedar bersosialisasi dengan teman bisa saya nikmati. Dan mengeluarkan uang untuk sepeda hingga puluhan juta pun sudah tidak lagi terpikir oleh saya. Sepeda pun berubah menjadi kendaraan sehari-hari dan sekaligus saya gunakan untuk menjelajah medan offroad di akhir pekan. Sepeda yang awalnya satu buah untuk segala aktifitas, terus tanpa terasa bertambah hingga lima buah, di sesuaikan dengan kebutuhannya. Benar-benar sepeda sudah merasuki hampir seluruh sendi kehidupan saya saat itu bahkan hingga kini.

            Kecintaan saya terhadap sepeda juga terus berevolusi. Berawal hanya sebagai kendaraan ke kantor, berkembang juga digunakan untuk offroad mulai dari cross country, all mountain hingga terakhir down hill pun saya lakukan. Sampai akhirnya saya tiba di titik menemukan suatu sensasi baru dalam bersepeda, Touring. Touring atau bersepeda jarak jauh, membawa saya ke suatu ekstasi berbeda dengan sebelumnya. Kenikmatan menikmati suasana sepanjang perjalanan, mulai dari alam hingga berinteraksi dengan masyarakat setempat membuat saya mulai meninggalkan offroad dan beralih ke aktifitas touring ini. Touring perdana saya, dari Jakarta menuju Bandung. Sangat melelahkan, rasanya seperti kapok selama dalam perjalanan. Tapi setelah itu, ternyata kenikmatannya justru terus memanggil saya untuk mengulangi perjalanan jauh, bahkan berpikir untuk semakin jauh dan semakin jauh lagi. Sebuah mimpi pun masih terngiang hingga kini dalam benak. Suatu hari nanti saya bermimpi bisa menjelajahi Negara-negara Asia Tenggara dan Eropa dengan menggunakan sepeda kesayangan saya. Amiiiiinnnnn…..mudah-mudahan mimpi ini bisa terwujud, seperti halnya mimpi saya untuk mencapai puncak Carstensz di Papua, yang akhirnya mampu saya wujudkan.