Setelah
menempuh penerbangan Jakarta-Kota Kinabalu (KK), menginap semalam di Kota
Kinabalu dan menginap semalam di Kinabalu Park. Pendakian saya, Dedi Bokep,
Budi dan Latief Betok di Gunung Kinabalu pun dimulai pagi itu, 11 November
2013. Kami memulai pendakian jam 08.30 pagi melalui Timpohon Gate.
Kami di dampingi guide bernama Francis berusia 33 tahun.
Dia berasal dari etnis Dusun, suku asli Kinabalu. Dusun adalah suku terbesar di
Kinabalu. Memasuki hutan Gunung Kinabalu, persis sama dengan hutan di taman
nasional Gede Pangrango. Bentuk trek yang tertata bertangga dengan tumpukan
batu tertata rapi mengingatkan kita dengan jalur pendakian Cibodas di gunung
Gede. Kecuramannya juga mengingatkan kita dengan jalur gunung Putri di Cipanas.
Hampir setiap kilometer di sediakan pos peristirahatan yang semuanya di
lengkapi dengan kamar kecil dan perlengkapan rescue. Sekitar jam 12-an siang
itu, kami sampai di pos Layang-layang. Sesuai target untuk makan siang. Hujan
pun mulai menyambut kami di pos ini. Di bulan November ini memang merupakan
awal memasuki musim hujan. Di sini juga lah kami bertemu dengan teman-teman
dari Indonesia lainnya yang sedang turun dari puncak. Seru juga ketemu
teman-teman di gunung dan di luar negeri pula, yang justru di Indonesia sendiri
kita jarang bisa ketemu.
Selepas makan siang, hujan tidak juga reda. jam sudah
menunjukkan pukul 1 siang waktu setempat. Fransis menganjurkan kami untuk
menembus hujan melanjutkan perjalanan. Karena sepertinya hujan tidak akan
berhenti dalam waktu dekat. Jalan semakin menanjak, terasa semakin berat dari
jalan yang sudah kami tempuh sebelumnya. Apalagi di tambah dengan hujan deras
bercampur angin membuat kaki hanya sanggup melangkap satu demi satu. Udara pun
terasa sesak karena angina yang kencang mendera. Ritme jalan kami pun akhirnya
terpecah. Tidak bisa lagi mempertahankan jalan bersamaan. Saya dan dedy di
depan, disusul dengan Budi dan Latief di dampingi Francis. Jaraknya cukup jauh.
Saya akhirnya tiba di Laban Rata Resthouse yang merupakan target perjalanan
hari itu sekitar jam 3 sore. Disusul oleh Dedy dan Latief setengah jam
kemudian. Budi terakhir tiba sekitar jam setengah 5. Makanan dan minuman hangat
berupa teh dan kopi sudah siap kami santap di Laban Rata. Rasa lapar dan lelah
sepanjang perjalanan terbayar lunas begitu cuaca mendadak cerah jam 5 sore itu
di Laban Rata. Pemandangan begitu indah, makanan nikmat dan tempat tidur hangat
dengan selimut akan menemani kami selama bermalam di sana. Francis sempat
datang ke meja makan kami sebelum dia meninggalkan kita sore itu. Dia
menyampaikan berita kurang menyenangkan berkaitan dengan cuaca buruk. Jika
besok pagi cuaca masih seperti sekarang, hujan dengan angin kencang, maka
dengan berat hati pendakian ke puncak akan tertutup bagi seluruh pendaki. Wah
semoga saja cuaca cerah sore itu merupakan pertanda bagus bahwa cuaca besok
harinya akan mendukung kami semua menuju puncak.
Jam 2 pagi makanan pun siap. Di temani dengan pusing kepala
yang menimpa Dedy dan Latief. Kami semua memaksakan makan dini hari itu. Kami
butuh tenaga untuk pendakian pagi ini. Jarak ke puncak sudah tidak jauh memang,
tapi saya yakin akan lebih berat dari hari sebelumnya. Jam 02.30 kami mulai
pendakian dari Laban Rata menuju puncak. Di depan kami sudah lebih dulu
beberapa rombongan dari Inggris, Amerika dan Jerman, juga ada rombongan besar
dari Singapore sebanyak 41 orang. Sementara di belakang kami ada rombongan dari
Sabah dan Kuala Lumpur. Perjalan pendakian terasa sangat lambat pagi itu. Di
temani dengan sorot lampu dari headlamp masing-masing pendaki, udara dingin pun
terasa menembus pakaian hangat yang saya pakai. Perlahan saya mulai menyusul
rombongan Singapore yang berjalan sangat lambat. Dedy dan Latief memutuskan
untuk memperlambat jalan mereka untuk mengurangi efek sakit kepala yang mereka
rasakan dari semalam.
Pukul 04.30 saya sampai di pos check point terakhir,
Sayat-Sayat check point. Disini sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, kami
regrouping. Budi menjadi yang terakhir sampai di pukul 05.00. Menurut Francis,
kami harus mempercepat jalan kami menuju puncak setelah ini. Dia mengkuatirkan
cuaca buruk yang mungkin setiap saat datang selepas matahari terbit. Dia kasih
kami target waktu. Jam 07.30 sampai di titik manapun kami harus turun. Regrouping cukup lama di Sayat-Sayat tadi
membuat rombongan Singapore kembali melewati kami. Cukup sulit melewati mereka
di rute pendakian menuju puncak. Kemiringan yang curam dengan di bantu fix
rope, memaksa kami harus antri dalam mendaki. Di tambah lagi dengan angin yang
sangat kencang menerpa dengan bebasnya. Medan terbuka dengan karakter batuan
granit, membuat taka da penghalang sama sekali bagi angin yang bertiup kencang.
Sesekali jalan terhuyung terdorong angin. 100 meter sebelum puncak matahari
terbit. Saya sempatkan untuk mengabadikan dengan kamera. sementara dari arah
puncak terlihat rombongan dari negara-negara eropa yang sudah lebih dulu
sampai, mulai turun. dari ketinggian memang tinggal 100 meter lagi, tapi
rasanya nafas semakin sesak dan langkahpun semakin berat. 100 meter menuju
puncak adalah medan scrambling. Antrian panjang rombongan Singapore di depan
menambah pendakian semakin berat. Bekas muntahan ku lihat di beberapa spot
menjelang puncak, menunjukkan ada beberapa orang pendaki yang mulai terkena AMS
(Acute Mountain Sickness).
Akhirnya setelah merayapi tebing puncak, pukul 06 waktu
Sabah saya berhasil mencapai puncak Low Peak Gunung Kinabalu. Cuaca cerah saat itu. Puncak kecil yang di
tandai dengan plakat tulisan dalam bahasa setempat, di penuhi oleh pendaki dari
Singapore, Sabah, Kuala Lumpur dan saya dari Indonesia. Dedy terlihat masih
merayapi tebing menuju puncak, disusul Latief dan Budi di bawah sana. Akhirnya
pukul 07.30 Budi sebagai orang terakhir berhasil pula menjejakkan kaki di
puncak Kinabalu. Puncak tertinggi di pulau Borneo. Bertambah lagi koleksi
puncak 4000an, setelah sebelumnya puncak Jaya dan Carstensz di Papua. Semoga
masih terus akan bertambah lagi koleksi puncak lainnya, lebih tinggi dan lebih
tinggi lagi. Lain gunung, lain pula kesulitan dan keindahannya.
Perjalanan yang mengesankan, tidak
hanya bertambah pengalaman perjalanan tapi juga bertambah saudara sesama
pendaki. Pendaki Sabah, Kuala Lumpur dan Eropa. ALAMAITI (we are all together)
Mantab...
ReplyDelete