Wednesday, November 20, 2013

Menggapai Low Peak di Negeri Jiran

Setelah menempuh penerbangan Jakarta-Kota Kinabalu (KK), menginap semalam di Kota Kinabalu dan menginap semalam di Kinabalu Park. Pendakian saya, Dedi Bokep, Budi dan Latief Betok di Gunung Kinabalu pun dimulai pagi itu, 11 November 2013. Kami memulai pendakian jam 08.30 pagi melalui Timpohon Gate.

Kami di dampingi guide bernama Francis berusia 33 tahun. Dia berasal dari etnis Dusun, suku asli Kinabalu. Dusun adalah suku terbesar di Kinabalu. Memasuki hutan Gunung Kinabalu, persis sama dengan hutan di taman nasional Gede Pangrango. Bentuk trek yang tertata bertangga dengan tumpukan batu tertata rapi mengingatkan kita dengan jalur pendakian Cibodas di gunung Gede. Kecuramannya juga mengingatkan kita dengan jalur gunung Putri di Cipanas. Hampir setiap kilometer di sediakan pos peristirahatan yang semuanya di lengkapi dengan kamar kecil dan perlengkapan rescue. Sekitar jam 12-an siang itu, kami sampai di pos Layang-layang. Sesuai target untuk makan siang. Hujan pun mulai menyambut kami di pos ini. Di bulan November ini memang merupakan awal memasuki musim hujan. Di sini juga lah kami bertemu dengan teman-teman dari Indonesia lainnya yang sedang turun dari puncak. Seru juga ketemu teman-teman di gunung dan di luar negeri pula, yang justru di Indonesia sendiri kita jarang bisa ketemu.

Selepas makan siang, hujan tidak juga reda. jam sudah menunjukkan pukul 1 siang waktu setempat. Fransis menganjurkan kami untuk menembus hujan melanjutkan perjalanan. Karena sepertinya hujan tidak akan berhenti dalam waktu dekat. Jalan semakin menanjak, terasa semakin berat dari jalan yang sudah kami tempuh sebelumnya. Apalagi di tambah dengan hujan deras bercampur angin membuat kaki hanya sanggup melangkap satu demi satu. Udara pun terasa sesak karena angina yang kencang mendera. Ritme jalan kami pun akhirnya terpecah. Tidak bisa lagi mempertahankan jalan bersamaan. Saya dan dedy di depan, disusul dengan Budi dan Latief di dampingi Francis. Jaraknya cukup jauh. Saya akhirnya tiba di Laban Rata Resthouse yang merupakan target perjalanan hari itu sekitar jam 3 sore. Disusul oleh Dedy dan Latief setengah jam kemudian. Budi terakhir tiba sekitar jam setengah 5. Makanan dan minuman hangat berupa teh dan kopi sudah siap kami santap di Laban Rata. Rasa lapar dan lelah sepanjang perjalanan terbayar lunas begitu cuaca mendadak cerah jam 5 sore itu di Laban Rata. Pemandangan begitu indah, makanan nikmat dan tempat tidur hangat dengan selimut akan menemani kami selama bermalam di sana. Francis sempat datang ke meja makan kami sebelum dia meninggalkan kita sore itu. Dia menyampaikan berita kurang menyenangkan berkaitan dengan cuaca buruk. Jika besok pagi cuaca masih seperti sekarang, hujan dengan angin kencang, maka dengan berat hati pendakian ke puncak akan tertutup bagi seluruh pendaki. Wah semoga saja cuaca cerah sore itu merupakan pertanda bagus bahwa cuaca besok harinya akan mendukung kami semua menuju puncak.

Jam 2 pagi makanan pun siap. Di temani dengan pusing kepala yang menimpa Dedy dan Latief. Kami semua memaksakan makan dini hari itu. Kami butuh tenaga untuk pendakian pagi ini. Jarak ke puncak sudah tidak jauh memang, tapi saya yakin akan lebih berat dari hari sebelumnya. Jam 02.30 kami mulai pendakian dari Laban Rata menuju puncak. Di depan kami sudah lebih dulu beberapa rombongan dari Inggris, Amerika dan Jerman, juga ada rombongan besar dari Singapore sebanyak 41 orang. Sementara di belakang kami ada rombongan dari Sabah dan Kuala Lumpur. Perjalan pendakian terasa sangat lambat pagi itu. Di temani dengan sorot lampu dari headlamp masing-masing pendaki, udara dingin pun terasa menembus pakaian hangat yang saya pakai. Perlahan saya mulai menyusul rombongan Singapore yang berjalan sangat lambat. Dedy dan Latief memutuskan untuk memperlambat jalan mereka untuk mengurangi efek sakit kepala yang mereka rasakan dari semalam.

Pukul 04.30 saya sampai di pos check point terakhir, Sayat-Sayat check point. Disini sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, kami regrouping. Budi menjadi yang terakhir sampai di pukul 05.00. Menurut Francis, kami harus mempercepat jalan kami menuju puncak setelah ini. Dia mengkuatirkan cuaca buruk yang mungkin setiap saat datang selepas matahari terbit. Dia kasih kami target waktu. Jam 07.30 sampai di titik manapun kami harus turun.  Regrouping cukup lama di Sayat-Sayat tadi membuat rombongan Singapore kembali melewati kami. Cukup sulit melewati mereka di rute pendakian menuju puncak. Kemiringan yang curam dengan di bantu fix rope, memaksa kami harus antri dalam mendaki. Di tambah lagi dengan angin yang sangat kencang menerpa dengan bebasnya. Medan terbuka dengan karakter batuan granit, membuat taka da penghalang sama sekali bagi angin yang bertiup kencang. Sesekali jalan terhuyung terdorong angin. 100 meter sebelum puncak matahari terbit. Saya sempatkan untuk mengabadikan dengan kamera. sementara dari arah puncak terlihat rombongan dari negara-negara eropa yang sudah lebih dulu sampai, mulai turun. dari ketinggian memang tinggal 100 meter lagi, tapi rasanya nafas semakin sesak dan langkahpun semakin berat. 100 meter menuju puncak adalah medan scrambling. Antrian panjang rombongan Singapore di depan menambah pendakian semakin berat. Bekas muntahan ku lihat di beberapa spot menjelang puncak, menunjukkan ada beberapa orang pendaki yang mulai terkena AMS (Acute Mountain Sickness).

Akhirnya setelah merayapi tebing puncak, pukul 06 waktu Sabah saya berhasil mencapai puncak Low Peak Gunung Kinabalu. Cuaca cerah saat itu. Puncak kecil yang di tandai dengan plakat tulisan dalam bahasa setempat, di penuhi oleh pendaki dari Singapore, Sabah, Kuala Lumpur dan saya dari Indonesia. Dedy terlihat masih merayapi tebing menuju puncak, disusul Latief dan Budi di bawah sana. Akhirnya pukul 07.30 Budi sebagai orang terakhir berhasil pula menjejakkan kaki di puncak Kinabalu. Puncak tertinggi di pulau Borneo. Bertambah lagi koleksi puncak 4000an, setelah sebelumnya puncak Jaya dan Carstensz di Papua. Semoga masih terus akan bertambah lagi koleksi puncak lainnya, lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Lain gunung, lain pula kesulitan dan keindahannya.


            Perjalanan yang mengesankan, tidak hanya bertambah pengalaman perjalanan tapi juga bertambah saudara sesama pendaki. Pendaki Sabah, Kuala Lumpur dan Eropa. ALAMAITI (we are all together)

1 comment: