Sunday, November 3, 2013

Senyum Manis Dari Tapal Batas (Marore part 3)

Setelah saya bercerita tentang para guru dan petugas keamanan di pulau Marore di tulisan terdahulu. Di tulisan ini, saya ingin bercerita tentang masyaralat Marore berikut aparat pemerintahan di sana. Kunjugan yang tidak lama, bahkan bisa di bilang hanya mampir, tapi kenangannya berinteraksi dengan mereka merupakan pengalaman tak terlupakan.

            Sejenak setelah menginjakkan kaki di pulau Marore, interaksi non verbal langsung terjalin dengan masyarakat Marore. Tatapan mata mereka dan senyuman di bibir mereka, tampak mengiringi kedatangan kami. Melihat bagaimana ekspresi dan senyuman mereka membuat hati ini tenang karena merasa di terima baik oleh mereka. Setelah saya dan kawan-kawan merapihkan diri dan barang-barang bawaan, seorang anak datang menghampiri kami di pos Angkatan Laut tempat kami menginap. Anak tersebut ternyata anak bapak Camat Marore. Dia memberi tahu kalau kami serombongan di tunggu bapak Camat untuk makan siang bersama. Tidak menyangka kedatangan kami, ternyata akan mendapat sambutan seperti ini.

            Selepas makan bersama, bapak Camat mengajak saya dan beberapa teman yang melakukan liputan untuk ke kantornya. Kita banyak mendengar cerita bapak Camat tentang kehidupan masyarakat Marore, sekaligus melihat langsung juga bagaimana pemerintahan daerah berjalan di sana. Sejujurnya kesan pertama saya pribadi tidak terlalu baik dengan jalannya pemerintahan daerah di sana dan kinerja para aparatnya. Namun berjalan dengan waktu, kesan saya itu luntur dan berganti dengan kekaguman pada bapak Camat ini. Seperti halnya yang lain, bapak ini adalah pendatang dari Sangir. Tapi kecintaannya terhadap Marore tidak dapat di ragukan lagi. Saya melihat langsung bagaima semangat beliau berjuang agar Marore bisa menang dalam kompetisi desa terbaik se-Indonesia yang di selenggarakan oleh pemerintah. Dan hasilnya Marore berhasil menempati posisi ke 3 terbaik. “Marore harus bisa menang mas, agar pemerintah pusat dan masyarakat Indonesia lainnya bisa tau dimana itu Marore. Dan sekaligus membuktikan kalau kami yang di perbatasan ini masih ada” , begitu omongnya ketika bersama saya satu kapal dalam perjalanan ke Manado sebelum melanjutkan ke Jakarta dimana kompetisi desa terbaik itu di selenggarakan. Ya, memang dengan semakin banyak orang tahu tentang Marore, akan semakin banyak pula orang yang peduli dengan daerah ini. Dan siapa tahu bisa berdampak luas juga bagi daerah-daerah perbatasan lainnya.

            Keramahan sang Camat, tercermin pula dari masyaraktnya. Saya sudah menjelajah hampir seluruh daerah di Indonesia. Mulai dari Sumatera hingga ke tanah Papua. Tapi hanya di sini, di Marore setiap saat saya berpapasan dengan masyarakat, selalu mendapat salam “Selamat pagiiiiii”, “Selamat siaaaannngggg” dan “Selamat malaaaammmmm”. Sambil tentunya senyum tersungging di bibir mereka. Setiap kali saya berkeliling pulau untuk liputan dan harus berhenti untuk beristirahat, selalu ada saja masyarakat yang menghampiri untuk sekedar mengajak ngobrol atau bahkan membawakan minuman, bahkan makanan kecil. Begitu ramahnya mereka, sampai saya sering malu kalo teringat bagaimana mungkin sikap kita terhadap sesame kita di perkotaan. Saling sikut di jalan dan saling memaki sudah menjadi santapan kita warga masyarakat kota besar sehari-hari.

            Sebelum kami pergi ke Marore, sejumlah riset kami lakukan. Salah satu riset kami ada satu hal yang menarik. Kabarnya peso, mata uang Filipina berlaku sebagai alat pembayaran di Marore. Tapi ternyata hal itu tidak lagi terjadi. Hanya rupiah yang menjadi alat pembayaran sah di sana. “I love Rupiaj, hidup Indonesia” , begitu kata seorang pedagang warung di Marore ketika kami bertanya tentang mata uang yang di gunakan dalam transaksi. Tapi jangan mencari makanan produksi Indonesia di warung-warung Marore. Hanya sedikit sekali kita bisa menemukannya. kondisi terbalik dengan produk-produk makanan Filipina. Hampir semua produk yang di jual adalah buatan Filipina. Tidak heran memang karena bagi masyarakat Marore  lebih ekonomis jika mereka berbelanja di Filipina dibandingkan mereka harus berbelanja ke Sangir atau Manado. Biaya transportasi akan menjadi sangat besar.

            Ada satu hal yang menjadi catatan saya berkaitan dengan masyarakat Marore. Yaitu fasilitas kehidupan mereka di sana. Sebenarnya untuk ukuran daerah terdepan Nusantara, apa yang ada di Marore cukup lengkap. Aliran listrik tenaga surya bisa mereka nikmati setiap malam. Jaringan komunikasi selular pun cukup baik. Tapia da sejumlah perlengkapan bantuan pemerintah yang tidak tepat sasaran. Dari hasil riset kami, pemerintah pernah memberikan bantuan perahu untuk para nelayan disana. Tapi ujung-ujungnya perahu-perahu itu tidak terpakai dan masyarakat kembali menggunakan perahu lama mereka. Perahu bantuan pemerintah tidak memperhatikan kearifan local. Tidak sesuai dengan kondisi geografis laut Marore. Pemerintah juga pernah memberikan bantuan lemari pendingin untuk penyimpanan ikan. tapi kembali tidak terpakai. baru dua tahun di berikan lemari pendingin sudah rusak. Tidak ada orang yang di bekali ilmu untuk merawat dan memperbaiki jika rusak. Sayang fasilitas yang bgitu mahal tapi tidak pernah di pikirkan bagaimana kelanjutan pemakaiannya.

            Untuk jalur transportasi memang sepertinya akan mejadi pekerjaan rumah panjang bagi instansi terkait. Pertemuan dua samudra, membuat kondisi laut di sekitar Marore tidak pernah tenang gelombangnya. Tidak jarang kapal penumpang regular pun tidak bisa merapat di dermaga yang ada. Dermaga pun ini sudah berkali-kali di ganti karena dermaga yang sudah di bangun berkali-kali pula karam di hajar gelombang.


            Tulisan ini tidak bermaksud menyudutkan seseorang atau instansi tertentu. Hanya sekedar berbagi dan mengingatkan betapa kita di kota besar ini harus banyak bersyukur dengan apa yang sudah kita terima selama ini Betapa saudara kita di ujung nusantara sana hidup begitu terbatas tetapi mereka begitu tegar dan begitu mencintai bangsa ini. Hanya ingin menggugah para sahabat untuk tetap menjunjung NKRI dan meneruskan cita-cita para bapak bangsa

No comments:

Post a Comment