Sunday, November 3, 2013

Para Patriot Bangsa Di Tapal Batas Sulawesi Utara (Marore part 2)

Masih dari Pulau Marore di batas negara. Setelah bicara tentang para guru di sana, kini saya bicara tentang para penjaga keamanan dan penegak hukum disana. Ya semua yang saya tulis memang bersifat subjektif. Pendapat saya berdasar apa yang saya lihat, dengar dan rasakan selama beberapa hari di Marore. Berinteraksi langsung dengan semua lapisan masyarakat di sana.

            Pertama menjejakkan kaki di Marore, rombongan saya saat itu di sambut oleh komandan pos AL beserta pasukannya. Mereka banyak membantu kami dalam proses merapatnya kapal karena situasi laut yang bergelombang tinggi membuat sangat tidak mudah. Sebagai gambaran, rombongan harus menambah satu malam di kapal karena terlalu beresiko merapat di tengah gelombang yang sangat tinggi siang itu. Proses hingga sore hari dan akhirnya tetap gagal merapat. Baru keesokan paginya dengan bantuan para personil AL kami berhasil merapat dengan selamat. Selanjutnya, selama di pulau Marore kami tinggal di pos AL. 

            Di pulau Marore, ada beberapa unsur pasukan yang bertugas. Dimana semuanya berada dalam satu koordinasi satuan perbatasan. Satuan yang saya temui di sana adalah unsur AD, AL dan polisi. Khusus untuk polisi menjadi catatan bagi saya. Kantor polisi yang relative besar dan bagus untuk ada di daerah ujung nusantara, namun sayang tidak berpenghuni. Tidak ada satu pun polisi yang ada standby di pulau ini. Saat saya dan teman-teman akan melakukan liputan di sana, kantor kosong melompong terkunci. Seorang anak yang tinggal di depan kantor polisi pun menghampiri kami. Dia memberi tahu kalo bapak-bapak polisi adanya di Sangir, sudah beberapa bulan tidak datang ke Marore. Ya, sayang sekali menurut saya. Dengan fasilitas yang dimiliki, yang notabene jauh lebih baik dari fasilitas yang dimiliki instansi lain, tapi tak seorang pun polisi yang bertugas standby di pulau ini.

            Suasana berbeda saya lihat di pos AL dan AD. Suasana kesibukan suatu pos penjaga keamanan. Patroli rutin di lakukan walaupun tetap di tengah berbagai keterbatasan yang mereka miliki. Pos AL yang hanya memiliki satu perhu karet untuk patrol, tetap melakukan penjagaan wilayah. Satu buah perahu bermotor berbahan fiber sudah lama tidak beroperasi karena rusak dan tak kunjung juga mendapat perbaikan atau penggantian. Demikian juga dengan para pasukan AD tetap berpatroli di wilayah kepulauan, walaupun menurut mereka, mereka sudah lama tidak berganti personil yang seharusnya sudah beberapa bulan kemarin itu dilakukan.

            Satu instansi lain yang tidak bias di lupakan adalah Imigrasi. Sedikit sulit bicara yang satu ini. Bangunan kantor Imigrasi Indonesia bersebelahan dengan kantor Imigrasi Filipina. Suasana santai terlihat jelas di kedua kantor imigrasi tersebut. Ya memang tidak terlalu banyak aktifitas yang bias di lakukan di sana, selain urusan lintas batas tradisional yang dilakukan oleh masyarakat Marore ataupun warga Filipina Selatan. Yang cukup menarik bagi saya justru klasifikasi petugas imigrasi Filipina yang di tempatkan di Marore. Filipina menempatkan seorang prajurit Marinir yang memiliki klasifikasi intelijen di sana. Menunjukkan keseriusan Filipina melihat betapa pentingnya perbatasan dengan Indonesia ini. Bahkan di kantor imigrasi Filipina ini juga dilengkapi dengan peta wilayah perbatasan dan yang paling luar biasa menurut saya, di sini saya di tunjukkan buku tebal besar berisi perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Filipina berkaitan dengan perbatasan kedua negara. Alat komunikasi berupa radio komunikasi pun tersedia dan beroperasi dengan baik. Hal berbeda di kantor imigrasi kita. Kantor terasa kosong walaupun bapak petugas imigrasi standby siap membantu. Tak ada peta wilayah perbatasan dan taka da copy dari perjanjian kedua Negara menyangkut perbatasan. Pengetahuan dari petugas pun jauh berbeda dari petugas dari Filipina. Dalam hati yang paling dalam saya hanya bisa mengeluh. Beginikah perhatian pemerintah pada aparatur perbatasan kita?


            Tak ada kata patriotik yang keluar memang dari mulut bapak-bapak itu. Berbeda dengan apa yang sempat di katakana oleh bapak dan ibu guru. Tapi apa yang bapak-bapak AD, AL dan imigrasi lakukan sudah lebih dari sekedar arti sebuah kata untuk menggambarkan bagaimana pengabdian mereka terhadap kedaulatan NKRI. Jauh dari keluarga untuk waktu yang tidak sebentar tentunya bukan suatu hal yang mudah. Belum lagi hambatan-hambatan teknis yang selalu mereka temui dalam menjalankan tugas. Sementara di Jakarta yang jauh dari sepi dan keterbatasan fasilitas, para pejabat pengambil keputusan tengah asik berebut kekayaan dan jabatan.

No comments:

Post a Comment