Masih
dari Pulau Marore di batas negara. Setelah bicara tentang para guru di sana,
kini saya bicara tentang para penjaga keamanan dan penegak hukum disana. Ya
semua yang saya tulis memang bersifat subjektif. Pendapat saya berdasar apa
yang saya lihat, dengar dan rasakan selama beberapa hari di Marore.
Berinteraksi langsung dengan semua lapisan masyarakat di sana.
Pertama menjejakkan kaki di Marore,
rombongan saya saat itu di sambut oleh komandan pos AL beserta pasukannya. Mereka
banyak membantu kami dalam proses merapatnya kapal karena situasi laut yang
bergelombang tinggi membuat sangat tidak mudah. Sebagai gambaran, rombongan
harus menambah satu malam di kapal karena terlalu beresiko merapat di tengah
gelombang yang sangat tinggi siang itu. Proses hingga sore hari dan akhirnya
tetap gagal merapat. Baru keesokan paginya dengan bantuan para personil AL kami
berhasil merapat dengan selamat. Selanjutnya, selama di pulau Marore kami
tinggal di pos AL.
Di pulau Marore, ada beberapa unsur
pasukan yang bertugas. Dimana semuanya berada dalam satu koordinasi satuan
perbatasan. Satuan yang saya temui di sana adalah unsur AD, AL dan polisi.
Khusus untuk polisi menjadi catatan bagi saya. Kantor polisi yang relative
besar dan bagus untuk ada di daerah ujung nusantara, namun sayang tidak
berpenghuni. Tidak ada satu pun polisi yang ada standby di pulau ini. Saat saya
dan teman-teman akan melakukan liputan di sana, kantor kosong melompong
terkunci. Seorang anak yang tinggal di depan kantor polisi pun menghampiri kami.
Dia memberi tahu kalo bapak-bapak polisi adanya di Sangir, sudah beberapa bulan
tidak datang ke Marore. Ya, sayang sekali menurut saya. Dengan fasilitas yang
dimiliki, yang notabene jauh lebih baik dari fasilitas yang dimiliki instansi
lain, tapi tak seorang pun polisi yang bertugas standby di pulau ini.
Suasana berbeda saya lihat di pos AL
dan AD. Suasana kesibukan suatu pos penjaga keamanan. Patroli rutin di lakukan
walaupun tetap di tengah berbagai keterbatasan yang mereka miliki. Pos AL yang
hanya memiliki satu perhu karet untuk patrol, tetap melakukan penjagaan
wilayah. Satu buah perahu bermotor berbahan fiber sudah lama tidak beroperasi
karena rusak dan tak kunjung juga mendapat perbaikan atau penggantian. Demikian
juga dengan para pasukan AD tetap berpatroli di wilayah kepulauan, walaupun
menurut mereka, mereka sudah lama tidak berganti personil yang seharusnya sudah
beberapa bulan kemarin itu dilakukan.
Satu instansi lain yang tidak bias
di lupakan adalah Imigrasi. Sedikit sulit bicara yang satu ini. Bangunan kantor
Imigrasi Indonesia bersebelahan dengan kantor Imigrasi Filipina. Suasana santai
terlihat jelas di kedua kantor imigrasi tersebut. Ya memang tidak terlalu
banyak aktifitas yang bias di lakukan di sana, selain urusan lintas batas tradisional
yang dilakukan oleh masyarakat Marore ataupun warga Filipina Selatan. Yang
cukup menarik bagi saya justru klasifikasi petugas imigrasi Filipina yang di
tempatkan di Marore. Filipina menempatkan seorang prajurit Marinir yang
memiliki klasifikasi intelijen di sana. Menunjukkan keseriusan Filipina melihat
betapa pentingnya perbatasan dengan Indonesia ini. Bahkan di kantor imigrasi
Filipina ini juga dilengkapi dengan peta wilayah perbatasan dan yang paling
luar biasa menurut saya, di sini saya di tunjukkan buku tebal besar berisi
perjanjian antara pemerintah Indonesia dan Filipina berkaitan dengan perbatasan
kedua negara. Alat komunikasi berupa radio komunikasi pun tersedia dan
beroperasi dengan baik. Hal berbeda di kantor imigrasi kita. Kantor terasa kosong
walaupun bapak petugas imigrasi standby siap membantu. Tak ada peta wilayah
perbatasan dan taka da copy dari perjanjian kedua Negara menyangkut perbatasan.
Pengetahuan dari petugas pun jauh berbeda dari petugas dari Filipina. Dalam
hati yang paling dalam saya hanya bisa mengeluh. Beginikah perhatian pemerintah
pada aparatur perbatasan kita?
Tak ada kata patriotik yang keluar
memang dari mulut bapak-bapak itu. Berbeda dengan apa yang sempat di katakana
oleh bapak dan ibu guru. Tapi apa yang bapak-bapak AD, AL dan imigrasi lakukan
sudah lebih dari sekedar arti sebuah kata untuk menggambarkan bagaimana
pengabdian mereka terhadap kedaulatan NKRI. Jauh dari keluarga untuk waktu yang
tidak sebentar tentunya bukan suatu hal yang mudah. Belum lagi hambatan-hambatan
teknis yang selalu mereka temui dalam menjalankan tugas. Sementara di Jakarta
yang jauh dari sepi dan keterbatasan fasilitas, para pejabat pengambil
keputusan tengah asik berebut kekayaan dan jabatan.
No comments:
Post a Comment