Monday, April 8, 2013

Bike Touring Pertama, Jakarta - Sawarna









          Tidak pernah terbayang dalam benak saya selama ini untuk melakukan perjalanan bersepeda dengan jarak yang jauh. Apalagi sampai lebih dari satu hari alias harus pakai menginap di perjalanan. Perjalanan terjauh saya dengan bersepeda selama ini hanyalah Jakarta-Bogor PP dengan jarak kurang dari 200 km, itupun terkadang pulangnya saya menumpang KRL dari stasiun Bogor. Tapi entah apa yang ada di benak sayaa saat itu, ketika mengiyakan ajakan Asep untuk ikut touring ke Sawarna. Yang jaraknya dari Jakarta kurang lebih 250 km. Apalagi Asep berencana untuk melakukannya pulang pergi.

            Dan hari itu pun tiba. Sesuai dengan janjian sebelumnya, meeting point yang disepakati adalah di rumah Iye di daerah Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Ternyata cukup banyak yang ikut dalam perjalanan ini. Di rumah Iye sudah ada Bayu, Devin dan pak Mito. Dari rumah Iye kita menuju rumah Odel di Tangerang dengan melalui BSD. Di tengah perjalanan Asep pun bergabung. Perjalanan menuju Tangerang tentunya tidak ada yang menarik selain kepadatan kendaraan dan jalanan yang berdebu juga rusak disana sini. Setelah menjemput Odel di rumahnya, perjalanan pun kami lanjutkan menuju Rangkas. Tidak jauh dari rumah Odel, kami sepakat untuk makan pagi yang terlambat dulu di sebuah warung Warteg yang kami lalui.

            Tidak lama kami makan, sekedar menurunkan makanan, perjalananpun di lanjutkan. Jalanan rusak cukup menyiksa dan menghambat perjalanan karena kecepatan tidak bisa dipacu maksimal. Jarak yang sebenarnya tidak terlalu jauh, tapi terasa sangat lama. Baru sekitar jam 15,00 rombongan kami sampai di kota Rangkas. Perut terasa sudah kosong lagi, terkuras energi di jalanan rusak, berdebu dan panas matahari yang menyengat. Sebuah warung yang lumayan lengkap kami temui. Lumayan cukup banyak pilihan menu untuk mengisi perut kami yang kosong ini. Baru saja selesai makan dan bersiap melanjutkan perjalanan, hujan deras mengguyur kota Rangkas. Dan ternyata hujannya cukup awet. Dua jam sudah kami menunggu tidak ada tanda hujan berkurang. Akhirnya kami putuskan untuk menginap di Rangkas malam itu. Karena cukup berbahaya jika kita kemalaman di daerah Gunung Kencana nanti. Mencari-cari penginapan, belum juga dapat yang sesuai. Tiba-tiba ibu warung menawari kami untuk meninap di rumahnya. Wah Alhamdulillah kalo begitu. Tidak masalah untuk kami walaupun hanya beralaskan matras, yang penting bisa beristirahat mala mini untuk melanjutkan kembali perjalanan besok yang masih panjang menuju Sawarna. Melahap tanjakan Gunung Kencana yang kabarnya aduhai.

            Sekitar jam 9 pagi esok harinya, selepas sarapan, kami melanjutkan perjalanan. Asep yang sudah berkali-kali ke Sawarna beada di depan sebagai penunjuk jalan. Jalanan relative jauh lebih baik kondisinya dibandingkan jalan yang kemarin kita lalui. Karakter jalannya mulai sedikit banyak menanjak. Awalnya saya piker wajar karena seperti yang saya tahu dari Asep, kita akan menuju kawasan gunung Kencana. Tapi setelah beberapa jam berjalan, Asep baru sadar kalo jalan yang kami lalui ternyata berbeda dengan jalan yang biasa dia lalui. Wah bagai mendapat jackpot kagetnya, kami membuang waktu berjam-jam untuk rute yang ternyata salah. Untuk kembali lagi ke kota Rangkas rasanya tidak mungkin. Akhirnya Asep memutuskan untuk memotong jalan seperti arahan penduduk. Berjam-jam kami melalui jalan “potong” yang ternyata merupakan jalanan yang belum selesai pembangunannya. Masih berbatu dan bercampur tanah. Perjalanan pun saya rasakan semakin berat. Apalagi untuk saya yang baru kali ini melakukan touring dengan sepeda.

            Keuntungan dari “nyasar” ini, kami menemukan pemandangan yang cukup indah. Tidak seperti jalur normal yang biasa saja, khas daerah pinggiran Banten. Berjam-jam kami lalui jalanan setengah jadi ini sebelum akhirnya kami menemukan kembali jalan yang sebenarnya menuju Gunung Kencana. Perjalanan menanjak yang sebenarnya pun saya lalui. Jalanan aspal cukup halus membelah perkebunan sawit Gunung Kencana. Cuaca sangat panas. Perbaikan jalan sedang berjalan di beberapa titik yang kami lalui. Makan siang hari ini lumayan membangkitkan selera. Tanpa sengaja kami menemukan warung kecil yang menjual satay maranggi. Lumayan mengenyangkan, mengisi perut yang terkuras menghadapi tanjakan Gunung Kencana, yang seperti Asep bilang memang aduhai.

            Rombongan sudah terpecah, tidak lagi berjalan berdekatan seperti sebelumnya. Kemampuan fisik dan pengalaman berjalan panjang terlihat sangat berpengaruh. Saya sudah tidak peduli lagi dengan siapa yang ada dimana, yang ada dipikiran saya cuma bagaimana bisa mencapai Malimping, kota kecil sebelum masuk daerah Sawarna. Sial memang tidak bisa di duga. Tas Pannier yang baru saja saya beli di Rodalink, jebol sangkutannya ke rack. Baut pengikatnya hilang pula. Tidak lama, tiba-tiba sebuah angkot berhenti. Di dalamnya ada Iye dan Bayu yang menawari saya ikut naik angkot dengan mereka menuju Malimping. Tak berpikir dua kali, saya iyakan ajakan itu. Pikiran terlanjur kesal dengan pannier bag yang jebol. Angkot yang kami tumpangi sampai di Malimping pukul 16,00. Sambil menunggu teman-teman yang lain, saya langsung berusaha memperbaiki pannier bag. Untungnya, saya punya cadangan baut yang saya simpan di tools box. Tidak lama pak Mito, Devin dan Odel datang dan kami pun melanjutkan perjalanan ke arah Sawarna.

            Hari semakin gelap dan hujan gerimis sudah mulai mengguyur membasahi perjalanan kami. Kami memutuskan untuk mampir ke sebuah warung makan di pinggir jalan sambil menunggu Asep. Beragam pesanan untuk mengisi perut yang kosong dilayangkan ke pemilik warung. Sambil makan, candaan pun mengalir dari mulut teman-teman. Apalagi setelah Asep tidak lama kemudian sampai juga di warung itu. Hal lucu terjadi ketika kita membayar makan. Apapun makanannya, mulai dari Indomie sampai nasi Ayam, harganya sama. Tentu saja hal itu membuat dongkol kami yang hanya memesan indomie. Bukan marah yang keluar dari mulut kami, tapi malah tawa yang berderai.

            Asep sebagai yang sudah tahu jalur berpesan kepada kami tentang perjalanan menuju Sawarna. Perjalanan malam tentunya berbeda dengan perjalanan siang. Kami diminta untuk saling menjaga jarak tidak lagi berjauhan seperti di Gunung Kencana. Jalur yang akan kami lalui berikutnya akan didominasi dengan jalan aspal halus di tengah hutan. Cuaca setelah hujan menimbulkan kabut tipis yang menghalangi pandangan di tengah hutan itu. Kayuhan pelan tapi pasti terus kami lakukan. Perjalanan naik turun, rolling menuju Sawarna. Cahaya lampu sepeda kami tak mampu menembus kabut yang terus ada tak mau menyingkap. Tibalah kami akhirnya di sebuah warung yang sudah tutup. Desiran angina laut akhirnya kami rasakan. Di kejauhan di bawah sana terlihat samar lampu-lampu dari rumah pedesaan. Yah akhirnya kami sampai di desa Sawarna. Hampir jam 24,00 kami tiba di rumah kang Hendi. Tempat kami menumpang menginap selkama di desa Sawarna. Dua buah saung telah disiapkan bagi kami untuk menginap. Rasa lelah membuat kami tak banyak ngobrol malam itu. Dalam sekejap, semua sudah terbuai dalam mimpi masing-masing.

            Pagi harinya, akhirnya saya baru bisa menikmati keindahan Sawarna seperti yang selama ini saya dengar dari Asep. Pantai yang bersih dengan garis pantainya yang panjang, tebing Tanjung Layar yang gagah menantang, dan masih banyak tempat lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu keindahannya. Belum lagi makanan lautnya yang berlimpah dan murah tentunya. Semua itu membuat kami betah belum mau melanjutkan perjalanan yang seharusnya dilanjutkan menuju Sukabumi hari itu. Kami sepakat untuk melupakan ke Sukabumi, kami extend menginap di Sawarna. Belum puas mata ini rasanya menikmati satu lagi keindahan lukisan Allah di muka bumi.

No comments:

Post a Comment