Saturday, April 27, 2013

Pesona Gunung Gede-Pangrango, Mutiara di Bumi Cianjur


Dua kali sudah usaha saya untuk mendaki ke gunung Kinabalu di Malaysia batal Karena masalah permit pendakian yang gagal didapat karena terbatasnya jumlah pendakian di sana. Tak terbayang begitu banyaknya orang yang ingin mendaki kesana, bahkan banyak diantaranya adalah turis-turis asing. Banyak sudah foto-foto dan literature yang say abaca tentang gunung Kinabalu dari teman-teman yang sudah melakukan pendakian kesana. Kesimpulan saya adalah, kita di Indonesia memiliki banyak gunung yang jauh lebih indah dari gunung Kinabalu di Sabah, Malaysia. Salah satu gunung indah yang kita miliki adalah sepasang gunung “kembar”, gunung Gede-Pangrango di cianjur, Jawa Barat.

            Tidak hanya indah dari kondisi alamnya, tapi gunung Gede-Pangrango juga kaya akan potensi alam, sejarah hingga mitos. Sayang sekali kekayaan tiada dua yang dimiliki belum bisa dimaksimalkan hingga kini. Banyak fasilitas yang belum mendapat perhatian seperti halnya di taman nasional gunung Kinabalu. Ini mungkin yang menyebabkan gunung Gede-Pangrango dan gunung lainnya di Indonesia belum mampu di “jual” seperti halnya Kinabalu.

            Mari kita lupakan Kinabalu dan mulai bicara tentang Gede-Pangrango. Gunung Gede adalah salah satu gunung berapi aktif yang terletak di Cianjur, Jawa Barat. Gunung Gede bagaikan gunung kembar dengan gunung Pangrango yang bersebelahan dengannya. Kedua gunung ini memiliki kekayaan flora fauna yang luar biasa hingga kini. Statusnya sebagai taman nasional menjadikan gunung Gede-Pangrango bagaikan tempat yang nyaman bagi beberapa flora dan fauna yang dilindungi. Tersebut diantaranya Owa Jawa, Macan Kumbang, Elang Jawa menjadi penghuni di wilayah taman nasional ini. Selain itu wilayah ini juga menjadi salah satu tempat singgah bagi banyak jenis burung. Sehingga banyak pula para peneliti dan pengamat burung yang memilih Taman Nasional Gede-Pangrango sebagai laboratorium alam mereka.

            Ada kaiitannya dengan laboratorium alam, sesungguhnya wilayah gunung Gede-Pangrango sudah sejak lama menjadi laboratorium alam penelitian para ahli. Tepatnya sejak masa penjajahan Belanda. Salah satu bukti yang bisa di lihat hingga kini adalah dengan adanya Kebun Raya Cibodas di kaki gunung Gede-Pangrango. Bahkan konon kabarnya di sekitar pos pendakian Kandang Badak, masih terdapat sisa reruntuhan bangunan laboratorium penelitian biologi Belanda. Jika hal ini benar, tentunya betapa besar potensi sejarah yang dimiliki taman nasional ini.

            Masih berkaitan dengan sejarah di masa penjajahan Belanda, dalam beberapa literature yang ditulis oleh para petualang Belanda, menyatakan bahwa ternyata gunung Gede-Pangrango juga merupakan salah satu tempat tinggal terakhir dari badak Jawa. Bahkan dalam bukunya, Junghuhn menulis, dalam pendakiannya dia bertemu dengan sekumpulan badak Jawa yang sedang minum di sumber air, tepatnya yang saat ini kita kenal dengan pos pendakian Kandang Badak. Nama pos pendakian ini pun di ambil untuk mengenang kejadian yang di alami oleh Junghuhn. Sayangnya kini tak ada lagi badak Jawa yang masih bisa kita temukan di taman nasional ini.

            Masih bicara tentang potensi sejarah gunung ini, masih teringat dalam benak saya cerita dari almarhum bapak Ook, yang rumahnya sering saya dan kawan-kawan tumpangi sebelum mendaki ke gunung Gede-Pangrango. Dia pernah bercerita bahwa gunung Gede-Pangrango juga merupakan basis benteng terakhir dari para tentara pemberontak DI/TII. Di masanya, para tentara pemberontak, di malam hari sering turun ke perumahan masyarakat untuk meminta makanan, terutama kediaman bapak Ook yang pada masa itu adalah rumah terdekat dari batas hutan gunung Gede-Pangrango. Menurut cerita dari para senior yang sudah mendaki disana sejak tahun 60-an, juga tidak jarang dalam pendakiannya mereka menemukan sisa-sisa camp dan kotak-kotak peluru yang di duga merupakan sisa peninggalan para tentara pemberontak DI/TII.

            Selain dari potensi alam dan sejarah, Taman Nasional Gede-Pangrango juga menyimpan kisah-kisah mithos dari kepercayaan masyarakat sekitar. Setidaknya ada dua mithos yang kuat melekat di gunung Gede-Pangrango yang saat ini bisa saya dapatkan. Mithos pertama ada di wilayah air terjun Cibereum di jalur pendakian Cibodas. Di tengah derasnya air yang jatuh, ada sebongkah batu yang sekilas mirip dengan orang besar berjubah. Penduduk sekitar percaya bahwa batu tersebut adalah perwujudan dari seorang pertapa yang begitu khusuk dalam pertapaannya hingga akhirnya membatu.

            Cerita mithos lainnya ada di alun-alun Suryakencana. Alun-alun Suryakencana adalah savanna luas dekat kubah puncak gunung Gede yang di penuhi oleh pohon edelweiss. Nama Suryakencana diambil dari mithos tentang seorang pangeran kerajaan Padjajaran yang melarikan diri bersama pasukannya ke gunung Gede, ketika kerajaan Padjajaran dihancurkan. Dan dalam pelariannya tersebut sang pangeran berikut pasukannya di percaya masyarakat muksa atau naik ke nirwana. Hingga kini di saat-saat tertentu ada beberapa orang yang pernah bersaksi mendengar suara derap pasukan berkuda dan suara ringkikan kuda di area alun-alun Suryakencana. Ada versi cerita lain yang mengatakan pangeran Suryakencana adalah anak keturunan raja Padjajaran dari pernikannya dengan seorang jin.

            Tentunya mithos-mithos tersebut sulit untuk bisa dipercaya dengan logika. Di luar kita percaya atau tidak, mithos-mithos yang ada di gunung Gede-Pangrango justru menambah daya tarik dari gunung indah ini. Ya Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, hingga saat ini masih merupakan gemilang mutiara yang belum maksimal terasah. Kepedulian pemerintah baik daerah maupun pusat, juga kepedulian para pendaki dalam menjaga kebersihan dan kelestarian di kawasan ini, tentunya sangat diharapkan untuk bisa membuat kawasan ini menjadi kawasan unggulan. Tidak hanya sebatas tingkat daerah, tapi bisa menyaingi gunung Kinabalu di kawasan Asia Tenggara. Ini baru satu contoh kawasan unggulan yang belum terasah. Sementara begitu banyak, bahkan mungkin ribuan lokasi yang bisa menjadi unggulan wisata Indonesia yang hingga kini bagai terabaikan.

No comments:

Post a Comment