Sorowako,
pertama kali mendengar nama ini adalah di tahun 90an. Ketika kakak saya bekerja
di PT INCO yang berbasis di Sorowako. Kesan pertama dari nama itu adalah tempat
yang terpencil dan serba terbatas. Apalagi ketika dengar kalau
keponakan-keponakan saya berenang di danau. Hati ini makin miris membayangkan
kehidupan kakak saya dan keluarga yang serba terbatas di daerah terpencil. Tapi
semua bayangan itu sirna seketika, ketika di tahun 2006 saya mendapat
kesempatan untuk bekerja disana. Jatuh Cinta pada pandangan pertama, itulah
kata yang tepat mewakili perasaan saya saat itu.
Setelah
satu jam penerbangan dari Makasar dengan menggunakan pesawat perintis milik
Pelita Air Service, sampailah saya di bandara mungil kota Sorowako. Kota di tengah pegunungan Verbeck, Nuha, Sulawesi
Selatan. Kesan yang pertama saya rasakan dalam perjalanan dari bandara, kota ini adalah kota
kecil yang sangat teratur dan tertib lalu lintasnya. Mobil perusahaan yang
menjemput saya, bahkan tidak mau jalan sebelum para penumpangnya semua menggunakan
seat belt. Mobil melaju perlahan sesuai anjuran rambu lalu lintas. Suatu
situasi lalu lintas yang belum pernah saya temukan di Jakarta .
Memasuki
kompleks perumahan karyawan, seperti memasuki surga dunia yang selama ini saya
impikan. Rumah-rumah panggung berbahan kayu di kelilingi oleh pohon-pohon besar
membuat suasana yang memang berudara sejuk pegunungan, semakin sejuk. Tak hanya
sejuk di mata, tapi juga sejuk di hati tentunya. Bentuk rumah panggung tidak
diadopsi dari bentuk rumah panggung tradisional Indonesia ,
tetapi merupakan adopsi dari bentuk rumah di Canada , tempat asal perusahaan
INCO. Sayang, padahal budaya arsitektur tradisional Indonesia juga banyak mengenal
bentukan rumah panggung yang tentunya sesuai dengan kondisi alam sekitarnya.
Suasana
kerja yang terbagi menjadi tiga shift dalam seharinya, secara tidak langsung
membuat saya lebih disiplin waktu. Terutama dalam membagi waktu untuk makan,
istirahat dan olah raga. Untuk fasilitas olah raga, kota ini tidak ada kurangnya. Mau jenis olah
raga apapun, hampir semua bisa kita lakukan. Fitness Center
dengan peralatan yang sangat baik, bisa diakses kapan pun. Bersepeda gunung
ataupun berlari lintas alam, Sorowako juga surganya. Apalagi yang mencintai
olah raga air. Berenang, kayaking, diving, windsurfing, jet ski ataupun sekedar
memancing, bisa dilakukan di danau Matano yang sangat jernih airnya.
Danau
Matano adalah salah satu dari tiga danau yang ada di daerah Sorowako. Danau
lainnya bernama danau Mahalona dan danau Towuti. Danau Matano adalah danau yang
terkecil diantara dua danau lainnya. Tapi jangan salah, Matano merupakan danau
nomer tujuh terdalam di dunia dan terdalam di Asia Tenggara. Dan kabarnya danau
Matano juga merupakan salah satu danau purba yang terletak di Indonesia . Bagi
orang yang menyukai olah raga selam, menyelam di danau Matano tentunya akan
memiliki sensasi tersendiri. Danau Matano memiliki jarak pandang yang baik, ini
dikarenakan airnya yang sangat jernih. Begitu jernihnya hingga jika kita masih
berada tidak jauh dari tepian, kita bisa melihat dasar danau. Di danau ini pula
kabarnya masih di temukan, tumbuhan air dan binatang air yang endemic atau
hanya ada di danau Matano. Belakangan ini, para penyelam juga menemukan banyak
peninggalan bersejarah masa lalu di dasar danau Matano. Penemuan itu berupa
antara lain, pecahan gerabah dan lain-lain.
Bicara
tentang sejarah daerah ini, ternyata pada masanya di tepian danau Matano
terdapat sebuah kerajaan yang konon tertua di Sulawesi .
Lebih tua dari kerajaan Gowa. Dan kabarnya pula, pada masa itu terjalin
hubungan yang baik antara kerajaan Matano dan kerajaan Majapahit. Diduga
kerajaan Matano lah yang mensuplai senjata untuk keperluan kerajaan Majapahit.
Hal itu dikaitkan dengan catatan dalan kitab Negarakertagama yang menyiratkan
hal tersebut. Bahkan ada jenis pamor pada keris Jawa, yang menggunakan namanya.
Jika dilihat dari masa sekarang, tentunya bukanlah tidak mungkin. Mengingat
sampai saat ini pun daerah Sorowako terkenal sebagai penghasil nikel yang
terbaik dan terbesar di dunia. Beberapa kali penelitian arkeologis pun
dilakukan oleh para ahli dari UNHAS. Sayangnya, menurut sumber di Sorowako,
penelitian-penelitian yang dibuat belumlah tuntas hingga kini karena terhalang
masalah biaya. Mudah-mudahan suatu hari nanti semua misteri arkeologis Sorowako
dengan Matanonya bisa terungkap.
Tidak
jauhnya jarak Sorowako dengan laut, membuat kita tidak sulit menemukan makanan
laut segar di kota
ini. Banyak restoran dan tempat makan yang menyediakan makanan laut. Salah satu
makanan khas Sorowako, Paco’ dan Kapurung juga menggunakan ikan sebagai bahan
bakunya. Bagi yang kurang menyukai makanan laut, tidak perlu khawatir. Karena
banyak tempat makan, terutama di hotel-hoter seputaran Sorowako menyediakan
berbagai jenis makanan, baik local ataupun internasional. Tapi sebaiknya jangan
terlalu berharap banyak tentang rasa makanan, selain makanan laut. Tidak bisa
dibilang tidak enak, tapi juga tidak bisa dibandingkan dengan makanan serupa
yang kita jumpai di Jakarta
misalnya.
Yang
sedikit sulit di Sorowako mungkin adalah penginapan yang layak dan memiliki
harga yang sesuai. Penginapan bisa dengan mudah kita jumpai di Sorowako. Tapi
harga yang harus dibayar seringkali membuat kita mengernyitkan dahi jika kita
bandingkan dengan apa yang kita dapatkan. Penginapan di Sorowako terbiasa
mendapatkan tamu dari para kontraktor ataupun tamu perusahaan PT INCO. Sehingga
mereka menerapkan standard harga yang cukup tinggi. Berbeda dengan
daerah-daerah wisata lain yang tersebar di Indonesia .
Keindahan
alam luar biasa dan keramahan masyarakatnya, membuat saya langsung jatuh cinta
pada daerah ini. Sekaligus membuat saya berat ketika harus meninggalkan
Sorowako untuk kembali ke Jakarta .
Sorowako adalah surga, yang jika dapat dikelola dengan benar akan menjadi
sumber kehidupan yang tidak habis bagi masyarakatnya. Tidak hanya hasil
nikelnya yang sangat layak jual, tapi keindahan alam dan potensi sejarah
Sorowako, tentunya sangat masih bisa di olah sebagai sumber pendapatan alternative
bagi masyarakat Sorowako. Yang perlu diingat, material tambang pasti lah ada
habisnya. Suatu hari nanti nikel akan habis dan INCO yang sekarang berubah nama
menjadi PT VALE akan meninggalkan Sorowako. Tapi potensi alam dan sejarah yang
dimiliki Sorowako tidak akan ada habisnya. Apalagi jika mulai dari sekarang
masyarakat dan pemerintah daerah bisa memulai usaha untuk menyelamatkan asset tersebut.
Sorowako mungkin kini jauh dari mata saya, tapi Sorowako akan selalu ada dalam
hati. Sorowako adalah surga yang terjatuh di bumi Celebes .
No comments:
Post a Comment